Dorong Mobil Listrik, DP 0 Persen Diberlakukan 1 Oktober 2020
JAKARTA -- Banyak hal yang membuat konsumen masih ragu untuk membeli mobil listrik. Fasilitas yang tersedia, maintenance, maupun harga beli yang masih tinggi menjadi beberapa alasan. Hal ini diakali Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Guna mendorong percepatan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBL BB) mereka siap meringankan down payment alias uang muka bagi mereka yang ingin membeli mobil setrum tersebut.
OJK meminta perbankan nasional memberi kelonggaran. Khususnya dalam memberi pembiayaan jenis moda terkait, sesuai canangan pemerintah dalam Peraturan Presiden No 55/2019. Implementasinya berupa uang muka 0 persen bulan depan.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengumumkan untuk menurunkan besaran DP kredit bagi kendaraan listrik. Dari 5 hingga 10 persen, menjadi menjadi 0 persen dan mulai berlaku pada 1 Oktober nanti.
“Untuk mendukung pemberian kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor yang berwawasan lingkungan. Bank Indonesia menurunkan Down Payment (DP) kredit kendaraan jenis itu menjadi 0 persen. Keputusan ini tetap memerhatikan prinsip kehati-hatian. Termasuk hanya berlaku bagi bank yang mempunyai rasio kredit bermasalah (non-performing loan atau NPL) di bawah 5 persen,” terang dia bulan lalu.
Kalau dilihat ekosistem mobil berbasis baterai di Indonesia. Masih sangat kecil dan harga jual tergolong mahal. Contoh, Hyundai Ionic EV dilepas Rp 569 juta off the road. Segmentasi produk menyasar kelas menengah ke atas. Jelas, marketnya bukan kategori konsumen yang melihat besaran uang muka. Relaksasi itu terasa signifikan pada jangka panjang. Namun dalam waktu singkat, diharap bisa memacu industri membikin kendaraan ramah lingkungan.
Sementara Heru Kristiyana, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK memaparkan beberapa insentif bagi kendaraan elektrik. “Penyediaan dana dalam rangka produksi KBL BB beserta infrastrukturnya. Dapat dikategorikan sebagai program pemerintah yang mendapatkan pengecualian BMPK, dalam hal dijamin oleh lembaga keuangan penjaminan. Atau asuransi BUMN dan BUMD. Hal ini sejalan dengan POJK No.32/POJK.03/2018. Sebagaimana telah diubah dari POJK No.38/POJK.03/2019. Isinya tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit dan Penyediaan Dana Besar (POJK BMPK),” tulisnya dalam keterangan resmi.
Penilaian kualitas kredit untuk pembelian jenis kendaraan KBL BB dengan plafon sampai Rp 5 miliar. Itu hanya didasarkan atas ketepatan pembayaran pokok atau bunga. Hal ini, kata OJK, sesuai penerapan POJK No.40/POJK.03/2019 tentang penilaian kualitas aset bank umum. Lalu penyediaan dana kepada debitur selaras tujuan pembelian kendaraan ini. Atau pengembangan industri hulu dari KBL BB (industri baterai, industri charging station dan industri komponen). Dapat dikategorikan sebagai pemenuhan ketentuan penerapan keuangan berkelanjutan.
Menurut OJK, insentif-insentif itu sesuai dengan POJK No.51/POJK.03/2017 tentang penerapan keuangan berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan (LJK), emiten dan perusahaan publik. Mereka dapat diberikan insentif. Antara lain berupa ikutserta dalam program pengembangan kompetensi sumber daya manusia, atau penganugerahan sustainable finance award. (Alx)
Artikel Unggulan
- Terbaru
- Populer
Artikel yang direkomendasikan untuk anda
Mobil Unggulan
- Terbaru
- Yang Akan Datang
- Populer
Artikel Mobil dari Carvaganza
Artikel Mobil dari Oto
- Berita
- Artikel Feature
- Advisory Stories
- Road Test